Pages

Ads 468x60px

Labels

About Me

Foto Saya
Brutal... Tentu bukan itu kesan pertama yang orang lihat tentang saya. Saya cuma orang yang suka keluyuran dan ingin berbagi pengalaman keluyurannya. Harapannya bisa bermanfaat walaupun cuma untuk satu orang saja.

Sabtu, 01 November 2014

BERBURU CUMI-CUMI DI ATAS KAPAL IMPIAN

Ada sebuah kapal yang penulis sangat ingin menaikinya ketika sedang berada di Dusun Padang Selatan. Sebuah perkampungan nelayan yang terletak di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Kapal itu bukanlah sampan, speed-boad, feri, ataupun yang mewah seperti kapal pesiar. Lantas kapal apakah itu? Anda bisa menebak?

Kapal impian yang sedang bersandar di dermaga


Kapal impian tersebut bernama bagan (di baca: bagang).

Bagi nelayan, bagan ini digunakan untuk mencari hasil laut seperti ikan atau cumi-cumi yang berada di laut dalam. Di Dusun Padang, banyak terlihat bagan-bagan yang terparkir disekitar dermaga. Hal itulah yang membuat gatal penulis untuk merasakan berlayar bersama kapal tersebut.

***

“Jreng..jreng...jreng...”

Bunyi gitar keluar dari hapeku, pertanda ada telepon yang masuk.

“Bro, mau naik bagan gak?”

Ternyata panggilan itu berasal dari temanku si Ikhsan yang mengajak untuk naik bagan sore ini. Dia diajak oleh Irsyad seorang anak di dusun Padang yang keluarganya merupakan nelayan yang biasa mencari ikan atau cumi-cumi dengan menggunakan bagan. Tanpa berpikir panjang, Aku pun langsung menjawab dengan setengah teriak

“MAAUUU”

***

Selepas sholat ashar, kami bertiga, Aku, Ikhsan, dan Irsyad menuju dermaga tempat bagan di parkir. Dermaga di Dusun Padang selatan terlihat ramai oleh para nelayan yang sedang bersiap-siap untuk berlayar. Bagan-bagan sudah ramai berjajar di tepi pelabuhan. Akhirnya Kami pun sampai di bagan milik keluarganya Irsyad. Disana kami disambut oleh 5 orang anggota keluarganya si Irsyad yang sudah ada didalam kapal.

Si Irsyad di atas bagan
Sore itu, arus laut terlihat tenang. Angin pun berhembus tidak terlalu kencang. Sementara matahari mulai bergerak perlahan ke arah barat. Bagan secara perlahan mulai bergerak meninggalkan pelabuhan menuju laut lepas. Bagan-bagan lainnya yang terparkir di dermaga pun juga banyak yang bergerak. Semakin lama kami berlayar, pelabuhan tampak semakin jauh. Kemudian, pemandangan pun berubah menjadi lautan luas yang berwarna biru.

Bagan lain yang juga berlayar

Karena tertarik untuk menikmati pemandangan, Aku dan Ikhsan pun naik ke atas ruang kemudi. Dan diatas sana kami ngobrol ngalor-ngidul dengan kakaknya Irsyad sambil menikmati cemilan.

Menikmati cemilan

“Ini untuk menangkap cumi-cumi.”

Begitu penjelasan yang aku terima dari kakak Irsyad setelah aku menanyakan fungsi dari lampu tersebut. Rupanya cumi-cumi merupakan hewan yang tertarik terhadap cahaya. Lampu tersebut nantinya akan dipasang di samping kapal. Sistem kerjanya, nanti ketika di daerah yang di duga merupakan markas cumi-cumi, lampu tersebut dinyalakan dan cumi-cumi yang tertarik dengan cahaya lampu akan mengikutinya.

Penampakan lampu si penarik perhatian cumi-cumi
Cahaya di langit pun semakin meredup. Dari arah barat tampak sinar oranye berbentuk bulat yang mulai tenggelam. Semakin lama semakin tenggelam sinar tersebut. Hingga akhirnya benar-benar hilang dari pengelihatanku. Dan itu merupakan tanda bagi kami untuk menunaikkan kewajiban melakukan sholat magrib.

Menikmati sunset dari atas bagan
“Kalau mabuk masuk aja ke dalam.” Kata kakak si Irsyad menyarankan kepada Aku dan Ikhsan untuk masuk ke dalam ruang kemudi apabila mabuk laut.

Biasanya orang yang baru pertama kali naik bagan akan mengalami mabuk laut. Apalagi untuk newbi seperti Aku dan Ikhsan yang merupakan orang daratan tulen. Tapi aku sama sekali tidak merasakan mabuk laut dan aku punya keyakinan 100% tidak akan pernah mengalami itu, meskipun baru pertama kali berlayar (sombong sedikit).

“ Woi, ayo turun, makan dulu kita.”

Makan malam pun tiba. Dari atas ruang kemudi aku melihat rantang sedang disiapkan dan isinya beberapa makanan yang menggugah selera.  Kami yang berada di atas pun turun ke geladak kapal tempat makanan di siapkan. 

Si Ikhsan lagi "menyikat" makan malam
Namun, tiba-tiba, ketika berada di geladak, kepalaku serasa berputar dan rasanya ingin muntah. Mabuk laut mulai menghampiri diriku. Ternyata aku bisa juga mabuk laut. Ketika berada di geladak, aku baru menyadari kalau bagan bergoyang-goyang mengikuti arus laut. Goyangannya lebih kencang daripada sebelumnya karena saat ini bagan sedang berada di laut lepas. Angin pun berhembus lebih keras dari waktu sore tadi. Ternyata itu semua cukup membuatku mabuk laut + masuk angin.

Ketika makan malam, selera makanku menjadi hilang. Lauk-pauk yang enak tak mampu menyemangatiku untuk makan banyak. Ketika itu, yang aku rasakan adalah goyangan yang kencang dan kepala yang berputar-putar. Akhirnya, setelah lama menahan, “telor” itu pun pecah juga. Aku ingin mengeluarkan isi perutku!

Sambil berpura-pura sakit perut, Aku beranjak pergi ke belakang kapal, dan disana.......

“Hoeeekkk....”

Setelah, isi perutku terkuras habis, Aku pun kembali untuk meneruskan makan malam yang belum habis. Selepas makan, kami pun ngobrol-ngobrol kembali. Dan salah seorang berkata kepada kami,

“Wah, hebat, gak pada mabuk ya. Padahal kalo orang yang baru pertama kali, biasanya mabuk lho.”

Aku pun cuma ngangguk-ngangguk sambil mesam-mesem. Padahal baru saja aku muntah, hehe....
 Selesai makan aku pun naik kembali nongkrong di atas ruang kemudi, karena kalau tetap di geladak, mabukku bisa bertambah parah.

Selepas makan malam, awak kapal pun mempersiapkan segala peralatan untuk menangkap cumi-cumi. Jala di turunkan, lampu di pasang di samping dan depan bagan, dan kami semua mulai mengawasi apakah ada cumi-cumi yang terlihat atau tidak.

Lampu yang digunakan untuk menarik perhatian cumi-cumi
Bagan terus berjalan dengan pelan. Setelah beberapa lama kami menunggu mulai terlihat cumi-cumi di sekitar bagan. Ternyata benar, cumi-cumi tersebut mengikuti cahaya yang dipancarkan. Semakin lama bagan berjalan, semakin banyak cumi-cumi yang menjadi follower bagan kami. Setelah dirasa cumi-cumi yang menjadi follower cukup banyak, proses penarikan jala di mulai.

Proses penarikan jala
Kalau dilihat sepintas, proses penarikan jala sepertinya mudah, hanya memutar tuas yang berfungsi sebagai alat untuk menarik jala. Namun, kalau mencobanya sendiri, alat tersebut rasanya berat sekali. Butuh tenaga yang besar. Maka dari itu, proses memutar tuas dilakukan lebih dari satu orang. Dan ketika memutar tuas tidak boleh terlepas, karena kalau terlepas, jala akan kebali turun dan itu bisa menyebabkan cumi-cumi hasil tangkapan menjadi kabur semua.

Menarik jala
 Setelah proses perjuangan menarik jala selesai, terlihat cumi-cumi yang tertangkap di jala.

Cumi-cumi yang tertangkap di jala
Kemudian proses selanjutnya menyerok cumi-cumi yang ada di jala dengan saringan dan kemudian dipindahkan ke kotak sterofoam yang sudah berisi es.

Cumi-cumi yang berhasil ditangkap
Setelah proses penangkapan pertama dilakukan, jala kembali di turunkan. Sambil menunggu proses penangkapan yang kedua, kami semua beristirahat sambil membakar beberapa cumi-cumi yang telah ditangkap. Proses bakar-membakar berlangsung diatas kapal. Kami pun, berpesta beberapa cumi-cumi yang baru di tangkap.

Proses pembakaran cumi-cumi

Cumi bakar siap makan
Proses penangkapan cumi-cumi pun berlangsung hingga dua kali. Dan ketika pukul 02.00-03.00. Bagan kami dihampiri oleh perahu motor yang ukurannya lebih kecil. Aku pun penasaran dengan siapa yang datang menghampiri di tengah malam begini. Apalagi kalau pernah menonton film Captain Philips yang berkisah tentang perompak Somalia. Disana dikisahkan para perompak menaiki kapal-kapal kecil dan mengejar kapal yang berukuran lebih besar. Kemudian mereka merapat ke kapal, menaiki kapal, dan menodongkan senjata kepada kru di dalam kapal. So, apakah yang datang malam-malam begini adalah para perompak?

Ternyata bukan, mereka bukanlah perompak seperti yang di film. Lagipula buat apa mereka merompak bagan penangkap ikan seperti ini. Mereka yang datang adalah para pedagang yang bertujuan untuk membeli cumi-cumi. Ternyata, cumi-cumi yang kami tangkap ini di jual langsung di atas kapal. Dengan bermodalkan keranjang dan timbangan, para pedagang ini mulai melakukan negosiasi.

Pedagang tersebut berasal dari Bulukumba. Mereka membeli cumi-cumi dari atas kapal dan nanti akan menjualnya ketika berada sudah sampai di daratan. Ketika Aku menanyakan kepada kakak Irsyad, mengapa mereka repot-repot mau naik perahu malam-malam begini, hal itu karena harga cumi-cumi yang dibeli diatas kapal lebih murah dibandingkan saat sudah berada di daratan.

Malam itu, cumi-cumi yang dijual hanya sebanyak satu keranjang saja. Satu keranjang cumi-cumi dijual seharga 800 ribu. Ketika itu, aku langsung berpikir apakah itu harga yang pantas? Mengingat proses menangkapnya yang susah, belum lagi bahan bakar yang di beli, dll.

Sekeranjang cumi-cumi yang akan di jual
Hasil tangkapan kami malam ini, tergolong sedikit. Menurut salah seorang saudaranya Irsyad, hasil tangkapan yang sedikit ini tergolong wajar, karena sekarang sudah purnama ketiga. Hasil tangkapan yang banyak ketika awal bulan hingga purnama pertama. Dia menjelaskan kalau waktu awal bulan, mereka bisa menjual cumi-cumi berkeranjang-keranjang.

Aku pun menanyakan, bagaimana jika hasil cumi yang didapat sedikit, apakah mereka akan tetap mencari atau tidak melaut sama sekali.

“Kalau misal cumi-cumi yang di tangkap sedikit, biasanya kita juga menangkap ikan.”

Namun sayang, kejadian kurang enak menimpa para pemburu cumi-cumi ini. Kapal yang kami gunakan mengalami kerusakan mesin, sehingga proses pencarian cumi-cumi berakhir sampai disini. Kapal pun kembali lagi menuju dermaga di Dusun Padang.

Dari perjalanan malam ini, aku mendapatkan pelajaran, bahwa ternyata ada benarnya kata-kata

”Jangan pernah menyia-nyiakan makanan.”

Selain mubazir, ternyata bisa jadi proses mendapatkan bahan makanan tersebut lebih sulit daripada saat kita memakannya. Boleh jadi kita Cuma perlu menggoreng, merebus, atau memanggang suatu bahan makanan untuk dapat memakannya. Namun, boleh jadi bahan makanan tersebut di peroleh dengan sangat sulit, seperti harus mengeluarkan tenaga besar selama berjam-jam, rela begadang di saat orang lain tidur, bahkan sampai menantang maut. Coba bayangkan kalau misal lagi proses mencari cumi-cumi, saking ngantuknya kemudian kecebur dilaut lepas seperti itu. Pulang-pulang bisa tinggal nama. So, karena itulah sebisa mungkin jangan sampai kita menyia-nyiakan makanan.

Setelah, proses pencarian tidak bisa dilanjutkan lagi. Kami semua (kecuali nahkoda) pun tidur karena sangat lelah. Apalagi tidur merupakan obat mujarab untuk mengatasi mabuk laut. Ketika  kami bangun, matahari mulai terlihat bersamaan dengan pelabuhan Dusun Padang Selatan. Perlahan-lahan  kapal pun merapat di dermaga. Hal itu menjadi pertanda berakhir pula perburuan cumi-cumi ini. Dan tercapailah mimpiku untuk naik di kapal impian yang bernama bagan.

3 komentar:

  1. cukup menarik ceritanya gan... thanks sudah berbagi cerita...

    BalasHapus
  2. Cukup memberi informasi karena suami saya kerja di kapal pencari cumi di merauke...

    BalasHapus
  3. Cukup memberi informasi karena suami saya kerja di kapal pencari cumi di merauke...

    BalasHapus

 
Blogger Templates